Sebuah kebijakan suci perihal keinginan dan keengganan. Di kiaskan orang yang penuh dengan keinginan bagai gelombang beriak-riak di jurang ngarai yang dingin. Bahkan di gunung dan di hutan ia tidak merasakan damai, orang yang berpikiran polos bagai angin sepoi yang keluar dari panas yang menyengat. Bahkan di kota dan pasar kebisingan tak akan didengarkannya. Jika pikiran tenang dan tenteram dan ada keinginan, ia tetap dapat santai sekalipun tinggal di kota besar yang hiruk pikuk. Bahkan ia tidak goyah karena pujian tinggi. Pembelajaran yang penting dari kias tersebut, manusia senantiasa mengalami modfikasi genetic. Mencari kenikmatan dan kenyamanan peradaban dalam kehidupan di mayapada ini. Untuk hal itu perlu adanya ilmu yang kokoh dan mumpuni. Ilmu aplikasi dan murni diajarkan di sekolah sekolah. Materi Pembelajaran sains yang begitu sangat digemari dan di minati siswa, di tingkat sekolah menengah selama beberapa tahun ialah biologi. Hal ini penulis bisa amati dari bebe rapa kali lulusan. Siswa yang berminat belajar dan ujian materi IPA (Fisika, Kimia, Biologi), rating tertinggi pada mata pelajaran biologi. Dihampir tiap tiap sekolah beberapa tahun ini (2015-2018, Penulis, mendata dari grup of discussion teacher atau MGMP Kabupaten Madiun), trend, Hampir rata rata peminatan ujian Biologi lebih besar dibandingkan parallel kelas pemi natan yang ambil ujian Kimia, ataupun Fisika. Seperti ini. Kadangkala disuatu sekolah, peserta ujian peminatan untuk kimia, fisika bahkan nol siswa. Dari paparan tersebut, ada tren yang mengarah sikap siswa. Untuk sebuah utopia, rasa keengganan melawan rasa keinginantahuan. Keengganan sis wa menghindar untuk tidak berpikir berat dan serius menjadi menggeneral ataupun lebih keren dengan istilah” Milenial Branding”!. Sedangkan kein gintahuan, melambangkan jiwa yang berkembang dan ceriah. Woo, maka ungkapan kebijakan di atas menjadi relevan dengan keadaan kekinian. Tidak bisa dipungkiri, trending pada semua aspek kehidupan, Branding, untuk sebuah revolusi kemudahan sehat, kemudahan transportasi, kemu dahan berbelanja, kemudahan mencari pekerjaan, kemudahan belajar menjadi acuan milenial!. Sebuah permisalan, apa yang telah dilakukan para periset, Untuk sebuah revolusi kemudahan sehat, Tim peneliti dari Roslin Institute di University of Edinburgh telah melakukan modifikasi genetik terhadap ayam. (REPU BLIKA.CO.ID, LONDON — , Rabu 30 Jan 2019 18:45 WIB) Modifikasi genetik ini bertujuan ayam-ayam hasil modifikasi atau ayam transgenik dapat memproduksi telur dengan kandungan protein yang dapat diman faatkan untuk pengobatan. Untuk mencapai tujuan ini, tim peneliti me lakukan modifikasi terhadap genom ayam. Modifikasi ini diharapkan dapat mem buat ayam transgenik menelurkan telur yang mengandung protein ber kualitas tinggi dalam jumlah banyak. Sejauh ini, ayam-ayam transgenik tersebut sudah berhasil menelurkan beberapa telur. Namun, hanya tiga buah telur yang berhasil mengandung protein dengan dosis yang signifikan. Melalui proyek ini, tim peneliti ber harap suatu saat bisa menciptakan obat yang dapat menyelamatkan banyak jiwa dengan lebih murah. Terapi berbasis protein saat ini sudah dimanfaatkan untuk mengobati beberapa penyakit. Terapi herceptin dan Avastin untuk kanker, misalnya merupakan terapi berbasis protein yang dapat menjadi opsi pengobatan ketika obat-obat tradisional tak lagi efektif. Hanya saja, kedua obat ini memiliki harga yang sangat mahal. Saat ini, ayam-ayam transgenik penghasil telur berprotein tinggi ini ditempatkan pada fasilitas yang aman. Ayam-ayam transgenik ini diharapkan dapat menelurkan 300 buah telur per tahun. Tim peneliti berupaya menghasilkan lebih banyak ayam transgenik agar telur berprotein tinggi untuk pengobatan semakin banyak diproduksi. Tim peneliti menegaskan mereka akan memperbanyak ayam trasgenik dengan cara pembuahan alami bukan melalui kloning. “Karena itulah di kandang ini kami juga memiliki ayam jantan,” kata Profesor Helen Sang dari Roslin Institute seperti dilansir BBC. Lissa Herron dari Roslin Institute mengatakan kandungan protein yang penting bagi pengobatan ini bukan berada pada kuning telur, melainkan putih telur. Herron mengatakan protein-protein ini sangat mahal untuk diproduksi karena tidak bisa begitu saja disintetiskan dalam laboratorium. “Anda membutuhkan sistem hidup untuk memperoduksi protein-protein ini, karena protein merupakan molekul yang sangat besar, kompleks, dan dibutuhkan peran sel untuk memuatnya dan membentuknya secara tepat,” ujar Herron. Sejauh ini, ayam-ayam transgenik di Roslin Institute hanya dimodifikasi untuk menghasilkan dua jenis protein. Kedua jenis protein tersebut adalah Macrophage-CSF dan Alfa-2A. “(Alfa-2A) merupakan protein yang digunakan di klinik saat ini, atau sudah dalam beberapa waktu belaangan, untuk mengobati hepatitis dan jenis kanker tertentu,” ujar Herron. Kembali uraian suara hati gurun dalam tulisan ini. Lalu sintesis apa hubungan penemuan tim tersebut dengan keadaan kekinian? Ya, ada modfikasi genetic pada kemampuan berpikir siswa.. Penulis melihat era pendidikan sekarang massif dengan paradoks. Ke depan, disatu sisi para siswa bergulat dengan teknologi,-informasi, sedangkan disisi lain, akan senantiasa mengkombinasikan kecerdasan gerak akalnya ataukah yang bergerak / kemampuan kinestika gerak tangan /digit dalam teknologi. Sebuah perenungan! seandainya satu hingga dua tahun ke depan, tonggak peradaban revolusi digital 4.1 berhasil tercapai di Indonesia. Keberhasilan memviral menginvasi pada semua aspek budaya kehidupan manusia, tidak terkecuali dunia pendidikan. Maka apakah peran guru sebagai “Agent of Change” masih berkibar? Dimanakah posisi Agent of Change saat itu? Maka pada saat itu peradaban olah pikir manusia ada dalam persimpangan sejarah yang sebenarnya. Benarlah apa yang dikawatirkan pendiri dan pencetus pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantaro,” yang dengan mata batinnya menggambarkan mesin kebangkitan milenial awal negeri zamrud khatulistiwa ini dengan jargon Tut Wuri Handayani” menjadi fosil yang abadi. Sedangkan tonggak pendidikan milenial berikutnya, bagaimana “Agent of Change” berkpirah dalam modifikasi genetic siswa milenial Ing Madya Mangun Karso”, ataupun “Ing Ngarso Sung Tulodho”. Kedua jargon terakhir ini menjadi cahaya bintang yang tiada pernah enggan padam dari rasa keinginantahuan!. Siapapun profesi guru tersebut. Jika pikiran tenang dan tenteram dan ada keinginan, ia tetap dapat santai sekalipun tinggal di kota besar yang hiruk pikuk. Bahkan ia tidak goyah karena pujian tinggi. Ungkapan yang layak menjadi kontemplasi sembari nyruput kopi pagi di lereng kaki gunung Willis. Waallualam bi showaf.##.
Lereng Wilis, Akhir Syahban , 1439 H
Priya Santosa,
Alumni sagusabu Ngawi dan P4TKIPA
alhamdulillah